#OPINI EDISI 5: KENDALA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN & SOLUSINYA

Pendidikan Kependudukan: Hambatan & Solusi
Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari artikel #Opini Edisi 4 sekaligus artikel terakhir, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan. Selamat membaca dan semoga bisa menjawab rasa keingintahuan pembaca tentang kendala apa saja dalam pelaksanaan pendidikan kependudukan dan bagaimana solusinya. :)

Memanglah tidak mudah memberikan pendidikan kependudukan kepada remaja kita. Setidaknya ada tiga faktor mengapa hal ini sulit diwujudkan, yaitu:

Pertama, siapakah yang akan menjadi penyelenggara sekaligus yang akan memberikan materi pendidikan kependudukan tersebut baik yang dijalur formal, non formal ataupun informal. Tidak boleh dilupakan pula bagaimana pembiayaan serta dukungan sarana prasarananya. Hal ini berkaitan dengan jumlah petugas lapangan KB di lini lapangan atau di tingkat kabupaten.

Kedua, respon lembaga/institusi dalam hal ini khusunya pihak sekolah yang pastinya tidak akan langsung menerima pelaksanaan pendidikan kependudukan tersebut, mengingat selama ini kegiatannya sudah sangat padat. Sehingga hampir tidak ada celah waktu dan tempat lagi bagi pihak luar untuk menyelenggarakan pendidikan kependudukan di sekolah formal bila tidak ada trik-trik khusus agar kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar. Apalagi masih ada kepala sekolah/guru yang belum memiliki pengetahuan cukup memadai tentang kependudukan sehingga respon mereka terhadap pendidikan kependudukan juga kurang optimal. Di lingkungan kelurga, para keluarga juga belum banyak tahu tentang pendidikan kependudukan ini.

Ketiga, adalah sebuah realitas bahwa sekarang ini dengan perkembangan teknologi informasi dan industri telekomunikasi telah menyebabkan para remaja kita sibuk dengan aktivitas pribadinya seperti menonton televisi, melanglang buana di dunia maya melalui internet, berkomunikasi lewat HP, Tablet, Gadget, bermain games atau aktivitas lain yang bersifat pribadi. Sehingga setelah jam-jam sekolah mereka tidak punya waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya apalagi untuk berkumpul dalam pertemuan resmi di dusun-dusun/desa-desa.

Menurut pemikiran saya ada empat upaya yang bisa kita lakukan untuk mengatisipasi permasalahan tersebut agar antinya pelaksanaan pendidikan kependudukan dapat terlaksana dengan lancar di pendidikan formal, informal ataupun non formal. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, menggemakan perlunya pendidikan kependudukan sebaik mungkin melalui kegiatan promosi seluas-luasnya melalui semua saluran media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang ada seperti televisi, radio, internet, jejaring sosial (facebook, twitter), pemasangan pamflet, baliho, pembuatan mural/lukisan dinding, penyebarluasan leaflet, sticker dan sebagainya. Dengan demikian para remaja kita akan tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan kependudukan tersebut.

Kedua, mengemas pendidikan kependudukan sebaik mungkin sehingga menumbuhkan minat remaja untuk mengikutinya dan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan kependudukan in dapat tercapai. Bila perlu penyampaian materi pendidikan kependudukan ini dikemas dalam bentuk diskusi, debat, atau dalam bentuk permainan/outbond. Penggunaan semacam kantong pesan kependudukan untuk mempermudah jalannya proses pertemuan penyuluhan merupakan ide kreatif yang dapat dilakukan dengan melibatkan narasumber yang berkompeten misalnya pakar kependudukan, pakar pendidikan atau pakar kesehatan.

Ketiga, perlu adanya penyiapan SDM yang berkualitas dalam hal pendidikan kependudukan ini melalui kegiatan pelatihan yang intensif oleh BKKBN sebagai penanggung jawab kegiatan ini. Para peserta latihan adalah para kepala sekolah/guru, tokoh formal/informal, kepala keluarga dan remaja terpilih yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para remaja atau masyarakat pada umumnya. Akan lebih bagus bila di antara mereka ada tokoh-tokoh pelajar/tokoh pemuda yang berpengaruh di lingkungannya.

Keempat, Pemerintah khususnya BKKBN perlu berkolaborasi/bermitra dengan semua elemen masyarakat dalam kegiatan pendidikan kependudukan ini, baik itu tokoh formal, informal, ataupun non formal melalui upaya advokasi yang efektif dan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya tokoh-tokoh LSM atau lembaga masyarakat yang peduli terhadap pendidikan kependudukan ini. Sementara untuk pembiayaan, selain pemerintah dapat menganggarkan lewat APBN atau APBD, dapat juga menggerakkan potensi lainnya (misalnya perusahaan) guna mengembangkan kegiatan sehingga dapat menjangkau kalangan yang lebih luas.

Apabila beberapa upaya tersebut dapat direalisasikan, saya yakin mindset/pola pikir para remaja akan berubah ke arah yang positif seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan mereka terhadap masalah kependudukan dan dampaknya. Setidak-tidaknya mereka mau menunda usia perkawinan dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif serta kelak ketika berkeluarga cukup memiliki dua anak saja dalam rangka ikut mengatasi masalah kependudukan di Indonesia terutama yang terkait dengan kuantitas pendudukan dan pertumbuhannya.

Dengan demikian, jelaslah upaya menggugah kepedulian remaja terhadap permasalahan kependudukan akan berjalan efektif apabila itu dilaksanakan dengan pendidikan kependudukan yang terencana dan berkelanjutan. Dari kepedulian ini kita bisa berharap bahwa para remaja sebagai generasi penerus bangsa akan berperilaku hidup yang berwawasan kependudukan. Sehingga secara langsung atau tidak langung akan memperbaiki masalah-masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini. Semoga.

1 komentar: