REMAJA & PERMASALAHANNYA JADI PERHATIAN DUNIA


permasalahan remaja menjadi perhatian dunia
Remaja dan berbagai permasalahannya tahun ini menjadi perhatian dunia dan dijadikan isu utama dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia yang jatuh pada 11 Juli 2013.  Di Indonesia jumlah remaja berusia 10 hingga 24 tahun sudah mencapai sekitar 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk Indonesia.
Jumlah remaja yang besar itu, akan menjadi sasaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi bagi para remaja di Indonesia. 
“BKKBN akan lebih intensif lagi untuk menyosialisasikan kesehatan reproduksi kepada remaja, karena secara umum pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih rendah dan usia kawin pertama perempuan juga masih rendah yaitu 19,8 tahun (menurut SDKI 2007),” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof dr Fasli Yogyakarta, Kamis (11/7).
Jumlah remaja yang besar merupakan potensi yang besar bagi kemajuan bangsa. Namun, jika tidak dibina dengan baik atau dibiarkan saja berkembang ke arah yang negatif, maka akan menjadi beban bagi negara. Sementara kondisi saat ini, menurut hasil survey indicator RPJMN tahun 2012, banyak remaja yang sudah berpacaran dan berperilaku pacaran belebihan.
Akibatnya, menyebabkan kehamilan yang tidak dikehendaki dan akhirnya melakukan tindakan aborsi yang tidak aman karena pasangan remaja tersebut belum siap membangun keluarga. Permasalahan remaja itu berkaitan dengan risiko kesehatan reproduksi karena adanya perubahan di sekitar lingkungan hidup remaja.
Misalnya, gaya hidup kelompok sebaya yang semakin bebas, hubungan kehidupan dalam keluarga yang semakin renggang, tuntutan sekolah yang semakin melahirkan persaingan antarsiswa, isi pesan media yang semakin serba boleh, dan pola hidup bermasyarakat yang semakin individualistis atau sendiri-sendiri.
Dalam peringatan Hari Kependudukan Dunia di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta yang dibuka oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu, Fasli mengatakan untuk merespon masalah seputar remaja itu, BKKBN mengembangkan program Genre (generasi berencana) bagi remaja melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M) dan keluarga yang mempunyai remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
“PIK R/M akan memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang pendewasaan usia perkawinan, delapan fungsi keluarga, Triad KRR yaitu seksualitas, HIV dan AIDS, dan Napza, keterampilan hidup, gender, dan keterampilan advolasi dan KIE,” kata Fasli.
Sementara Badan Dunia bidang Populasi dan Kependudukan (UNFPA) menyatakan bahwa masalah kehamilan pada remaja harus segera diatasi karena dapat menghambat pembangunan suatu bangsa.
"Harga yang ditanggung dari kehamilan remaja adalah hilangnya potensi termasuk pendidikan yang kian menyempit, kurangnya kesempatan mengembangkan diri, terbatasnya pilihan hidup dan kemiskinan yang terus menerus terjadi bagi para ibu muda dan masyarakat di sekitarnya," kata Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Ferraris.
Fakta yang dihimpun UNFPA secara global menunjukkan bahwa 16 juta remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Dan sembilan dari sepuluh kasus tersebut terjadi pada gadis remaja yang sudah menikah.
Sedangkan, komplikasi dari kehamilan dan kelahiran anak (child birth) secara terus menerus menjadi penyebab utama kematian remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah. “Remaja perempuan dan perempuan muda juga menghadapi tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat aborsi yang tidak aman,” ujarnya.
Pada tahun 2008, di negara berkembang diperkirakan terdapat tiga juta aborsi yang tidak aman di kalangan remaja berusia 15 hingga 19 tahun.  “Kehamilan remaja bukan hanya masalah kesehatan karena bila dilihat secara mendalam, hal ini berakar pada masalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, kekerasan, perceraian, ketidaksetaraan peran remaja perempuan dengan pasangan mereka,” kata Jose.

Sumber: BKKBN

0 komentar:

#OPINI EDISI 5: KENDALA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN & SOLUSINYA

Pendidikan Kependudukan: Hambatan & Solusi
Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari artikel #Opini Edisi 4 sekaligus artikel terakhir, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan. Selamat membaca dan semoga bisa menjawab rasa keingintahuan pembaca tentang kendala apa saja dalam pelaksanaan pendidikan kependudukan dan bagaimana solusinya. :)

Memanglah tidak mudah memberikan pendidikan kependudukan kepada remaja kita. Setidaknya ada tiga faktor mengapa hal ini sulit diwujudkan, yaitu:

Pertama, siapakah yang akan menjadi penyelenggara sekaligus yang akan memberikan materi pendidikan kependudukan tersebut baik yang dijalur formal, non formal ataupun informal. Tidak boleh dilupakan pula bagaimana pembiayaan serta dukungan sarana prasarananya. Hal ini berkaitan dengan jumlah petugas lapangan KB di lini lapangan atau di tingkat kabupaten.

Kedua, respon lembaga/institusi dalam hal ini khusunya pihak sekolah yang pastinya tidak akan langsung menerima pelaksanaan pendidikan kependudukan tersebut, mengingat selama ini kegiatannya sudah sangat padat. Sehingga hampir tidak ada celah waktu dan tempat lagi bagi pihak luar untuk menyelenggarakan pendidikan kependudukan di sekolah formal bila tidak ada trik-trik khusus agar kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar. Apalagi masih ada kepala sekolah/guru yang belum memiliki pengetahuan cukup memadai tentang kependudukan sehingga respon mereka terhadap pendidikan kependudukan juga kurang optimal. Di lingkungan kelurga, para keluarga juga belum banyak tahu tentang pendidikan kependudukan ini.

Ketiga, adalah sebuah realitas bahwa sekarang ini dengan perkembangan teknologi informasi dan industri telekomunikasi telah menyebabkan para remaja kita sibuk dengan aktivitas pribadinya seperti menonton televisi, melanglang buana di dunia maya melalui internet, berkomunikasi lewat HP, Tablet, Gadget, bermain games atau aktivitas lain yang bersifat pribadi. Sehingga setelah jam-jam sekolah mereka tidak punya waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya apalagi untuk berkumpul dalam pertemuan resmi di dusun-dusun/desa-desa.

Menurut pemikiran saya ada empat upaya yang bisa kita lakukan untuk mengatisipasi permasalahan tersebut agar antinya pelaksanaan pendidikan kependudukan dapat terlaksana dengan lancar di pendidikan formal, informal ataupun non formal. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, menggemakan perlunya pendidikan kependudukan sebaik mungkin melalui kegiatan promosi seluas-luasnya melalui semua saluran media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang ada seperti televisi, radio, internet, jejaring sosial (facebook, twitter), pemasangan pamflet, baliho, pembuatan mural/lukisan dinding, penyebarluasan leaflet, sticker dan sebagainya. Dengan demikian para remaja kita akan tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan kependudukan tersebut.

Kedua, mengemas pendidikan kependudukan sebaik mungkin sehingga menumbuhkan minat remaja untuk mengikutinya dan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan kependudukan in dapat tercapai. Bila perlu penyampaian materi pendidikan kependudukan ini dikemas dalam bentuk diskusi, debat, atau dalam bentuk permainan/outbond. Penggunaan semacam kantong pesan kependudukan untuk mempermudah jalannya proses pertemuan penyuluhan merupakan ide kreatif yang dapat dilakukan dengan melibatkan narasumber yang berkompeten misalnya pakar kependudukan, pakar pendidikan atau pakar kesehatan.

Ketiga, perlu adanya penyiapan SDM yang berkualitas dalam hal pendidikan kependudukan ini melalui kegiatan pelatihan yang intensif oleh BKKBN sebagai penanggung jawab kegiatan ini. Para peserta latihan adalah para kepala sekolah/guru, tokoh formal/informal, kepala keluarga dan remaja terpilih yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para remaja atau masyarakat pada umumnya. Akan lebih bagus bila di antara mereka ada tokoh-tokoh pelajar/tokoh pemuda yang berpengaruh di lingkungannya.

Keempat, Pemerintah khususnya BKKBN perlu berkolaborasi/bermitra dengan semua elemen masyarakat dalam kegiatan pendidikan kependudukan ini, baik itu tokoh formal, informal, ataupun non formal melalui upaya advokasi yang efektif dan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya tokoh-tokoh LSM atau lembaga masyarakat yang peduli terhadap pendidikan kependudukan ini. Sementara untuk pembiayaan, selain pemerintah dapat menganggarkan lewat APBN atau APBD, dapat juga menggerakkan potensi lainnya (misalnya perusahaan) guna mengembangkan kegiatan sehingga dapat menjangkau kalangan yang lebih luas.

Apabila beberapa upaya tersebut dapat direalisasikan, saya yakin mindset/pola pikir para remaja akan berubah ke arah yang positif seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan mereka terhadap masalah kependudukan dan dampaknya. Setidak-tidaknya mereka mau menunda usia perkawinan dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif serta kelak ketika berkeluarga cukup memiliki dua anak saja dalam rangka ikut mengatasi masalah kependudukan di Indonesia terutama yang terkait dengan kuantitas pendudukan dan pertumbuhannya.

Dengan demikian, jelaslah upaya menggugah kepedulian remaja terhadap permasalahan kependudukan akan berjalan efektif apabila itu dilaksanakan dengan pendidikan kependudukan yang terencana dan berkelanjutan. Dari kepedulian ini kita bisa berharap bahwa para remaja sebagai generasi penerus bangsa akan berperilaku hidup yang berwawasan kependudukan. Sehingga secara langsung atau tidak langung akan memperbaiki masalah-masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini. Semoga.

1 komentar:

#OPINI EDISI 4: PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN SOLUSI AMPUH PENDUDUK TUMBUH SEIMBANG DI TAHUN 2015

pendidikan kependudukan solusinya
Penduduk tumbuh seimbang adalah sebuah cita-cita pemerintah yang ideal dan patut kita dukung bersama. Yang patut kta pertanyakan adalah mampukah dalam kurun waktu 2 tahun mendatang cita-cita tersebut dapat diraih? Lalu dengan cara apa agar di masa yang akan datang Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) kita yang tinggi dapat diturunkan kembali terutama yang melibatkan para remaja?

Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah melalui pendidikan kependudukan kepada para remaja kita. Mengapa pendidikan kependudukan dan mengapa pula sasarannya adalah remaja?

Menjawab pertanyaan yang pertama, yakni mengapa pendidikan kependudukan, secara umum dapat dikemukakan alasan bahwa terjadinya pertumbuhan penduduk yang cepat lebih banyak disebabkan karena belum adanya kesadaran warga negara di negara kita terhadap permasalahan kependudukan yang ada. Belum adanya kesadaran ini karena mereka memang belum mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kondisi kependudukan di Indonesia. Kondisi yang dimaksud mencakup jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, dan kualitas penduduk serta kondisi kesejahteraan yang mencakup politik, sosial budaya, ekonomi, agama serta lingkungan penduduk setempat.

Kemudian terkait dengan pernyataan yang kedua, mengapa sasarannya remaja. Alasan yang dapat saya kemukakan adalah bahwa menurut data Badan Pusat Statustik (BPS), populasi anak remaja di Indonesia mencapai tidak kurang dari 67,9 juta jiwa atau 68,6% dari total penduduk di Indonesia 137,6 juta jiwa. Jumlah remaja ini dilihat dari kacamata demografis adalah penduduk yang mempunyai potensi besar untuk meningkatkan pertambahan penduduk mengingat mereka sebentar lagi akan berkeluarga dan mempunyai anak dengan jangka waktu reproduksi yang masih panjang. Bila para remaja ini tidak mengerti dan memahami tentang kependudukan secara komprehensif termasuk masalah kesehatan reproduksi, bukan tidak mungkin mereka akan berpandangan bahwa memiliki anak lebih dari dua adalah sah-sah saja. Bahkan lebih parah lagi, bila pemahaman tentang kesehatan reproduksi tidak baik, para remaja bisa saja terjerumus pada pergaulan bebas dan mengalami "kecelakaan" yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan penduduk.

Pendidikan kependudukan sendiri merupakan pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesadaran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan penduduk dan program-program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui jalur pendidikan baik formal, informal ataupun nonformal. Pendidikan kependudukan diharapkan dapat mendukung pencapaian visi program KB yakni "Penduduk Tumbuh Seimbang di Tahun 2015" dan Millenium Development Goals (MDGs) serta Pembangunan Berwawasan Kependudukan".

Dengan pendidikan kependudukan dipastikan para remaja akan memiliki 4 (empat) sikap peduli, yakni:
1. Peduli terhadap manusia dan kebutuhannya
2. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dan kehidupan ekonominya
3. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dengan kehidupan sosial, budaya dan agama
4. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dan lingkungan hidup
Namun dengan segala keunggulannya, pendidikan kependudukan memiliki beberapa faktor penyebab sulitnya untuk dilakukan. Apa sajakah faktor penghambat terlaksananya pendidikan kependudukan? Lalu bagaimanakah cara untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut? Untuk mengetahuinya, ikutilah artikel Opini edisi selanjutnya :)

0 komentar:

#OPINI EDISI 3: HAMBATAN BESAR PENDUDUK TUMBUH SEIMBANG DI TAHUN 2015

peta kepadatan penduduk
Artikel ini perlu dibahas mengingat Program Pemerintah tentang "Penduduk Tumbuh Seimbang di Tahun 2015". Hambatan-hambatan itu adalah:

Pertama, TFR kita berdasrkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, berkutat di kisaran 2,6 anak per Wanita Usia Subur (WUS). Kondisi ini tidak ada perubahan selama 5 tahun terakhir, karena berdasarkan SDKI tahun 2007 TFR kita sudah mencapai 2,6 anak per WUS. Ini berarti apabila kita menargetkan TFR 2,1 anak per WUS dibutuhkan kerja keras BKKBN dan seluruh jajarannya untuk mendongkrak capaian peserta KB baru dan menjaga kelestarian peserta KB aktif. Hal ini tentu sangat tidak mudah.

Kedua, di tengah perubahan lingkungan strategis, BKKBN khususnya di daerah sekarang menghadapi dilema terkait keterbatasan dana dan SDM. Sementara di Kabupaten/Kota dimana BKKBN telah melebur menyatu dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) lainnya pasca pemberlakuan otonomi daerah, menghadapi persoalan yang lebih pelik. Di samping keterbatasan dana dan SDM (dalam hal ini petugas lapangan KB) yang terus menyusut karena mutasi dan pensiun, juga mengalami keterbatasan dalam hal dukungan sarana dan prasarana. Mungkin tidak menjadi kendala bagi kabupaten/kota yang memiliki kekayaan sumber daya alam sehingga Pendapatan Asli Daerah (PAD) cukup tinggi. Namun yang menjadi persoalannya adalah sebagian besar kabupaten/kota yang ada di Indonesia keadaannya kurang menguntungkan. 

Tentunya ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah bersama segenap komponen bangsa yang telah bertekad mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang di tahun 2015 mendatang. Apalagi BKKBN sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam pengendalian LPP telah menetapkan bahwa Contraceptive Prevalence Rate (CPR) -istilah lain peserta KB aktif- dengan cara modern di tahun 2014 adalah sebesar 65%, sementara sekarang ini capaiannya baru 58%. Lebih dari itu, menurunkan Unmet Need (PUS ingin ber-KB tidak terlayani) menjadi 5% sedangkan kondisi sekarang masih dalam kisaran 11%. Kemudian menurunkan Age Specific Fertility Rate (ASFR) 15-19 tahun dari 35 menjadi 30 tahun per-1000 perempuan serta meningkatkan median usia kawin pertama perempuan dari 19,8 menjadi 21 tahun. 

Namun apapun tantangannya, upaya mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang di Tahun 2015 tidak boleh terhenti. Lebih-lebih Warning terkait implikasi jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi telah kita rasakan bersama, misalnya tingginya angka pengangguran (mencapai 7,14% dari angkatan kerja 116,5juta pekerja), banyaknya penduduk miskin (31,02 juta jiwa atau 13,3% dari total penduduk), tingginya angka kematian ibu (228/100.000 kelahiran hidup), angka kematian bayi (34/1000 kelahiran hidup) dan lain-lain.

0 komentar:

#OPINI EDISI 2: DUA ALASAN MENGAPA PENDUDUK HARUS TUMBUH SEIMBANG PADA 2015

permasalahan penduduk saat ini
Ada dua alasan mendasar mengapa pemerintah begitu getol mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang di tahun 2015. Kedua alasan mendasar yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pertama, dilihat dari sisi jumlah, penduduk Indonesia terbilang sangat besar. Menurut Sensus Penduduk (SP) tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa. Angka ini menduduki ranking ke empat negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia setelah China (1,3 milyar jiwa), India (998,1 juta jiwa) dan Amerika Serikat (276,2 juta jiwa). Yang menjadi persoalan adalah apabila jumlah penduduk yang besar ini tidak diimbangi dengan kualitas yang memadai, maka tidak akan pernah menjadi modal pembangunan, justru menjadi beban pembangunan. Dalam catatan akhir Human Development Index (HDI) bangsa kita menduduki peringkat 124 dari 187 negara di dunia atau urutan ke 6 dari 10 negara di ASEAN setelah Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina. Sebuah realitas bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang menguntungkan dalam pembangunan.

Kedua, dilihat dari sisi pertumbuhannya, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir telah mengalami kenaikan. Padahal dalam periode 20 tahun sebelumnya, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) negara terus menurun. Bila pada tahun 1971-1980 saat program KB dijadikan program nasional Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) menjadi 2,32% , di tahun 1980-1990 telah menurun menjadi 1,97% dan di tahun 1990-200 turun lagi menjadi 1,45%, sedangkan di tahun 2010 malah naik menjadi 1,49%. Walaupun kenaikan ini cukup kecil, namun apabila dibiarkan akan terus meningkat di masa yang akan datang. Bahkan sangat dimungkinkan akan terjadi ledakan penduduk yang tidak terkendali. Sekarang ini, setiap tahun jumlah penduduk Indonesia bertambah 3,5 juta jiwa yang setara dengan jumlah penduduk Singapura. Dengan demikian dapat dihitung berapa pertambahan jumlah penduduk kita per tahun bila LPP semakin naik sedangkan jumlah penduduk semakin banyak.

Penduduk tumbuh ideal adalah sebuah cita-cita pemerintah yang ideal dan patut kita dukung bersama. Mari bersama-sama kita dukung Penduduk Tumbuh Seimbang di Tahun 2015 :)

0 komentar:

#OPINI EDISI 1: CITA-BESAR PEMERINTAH DALAM KEPENDUDUKAN

Ada cita-cita besar yang ingin diraih pemerintah dalam hal pengendalian Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) hingga akhir 2014. Cita-cita yang dimaksud adalah terwujudnya "Penduduk Tumbuh Seimbang" yang ditandai dengan Total Fertility Rate (TFR) 2,1 dan Net Reproduction Rate (NRR) 1.

Cita-cita Pemerintah ini dapat terbaca dengan jelas apabila kita melihat visi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Visi tersebut adalah "Penduduk Tumbuh Seimbang 2015" dengan misi "Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera". Adapun tujuan yang ingin dicapai yakni terwujudnya keseimbangan kependudukan guna mendorong pertumbuhan pembangunan nasional dan daerah yang berwawasan kependudukan serta terwujudnya penduduk tumbuh seimbang melalui pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera.

Ada dua alasan mendasar mengapa pemerintah begitu getol mewujudkan penduduk tumbuh seimbang di tahun 2015. Ingin tahu apa dua alasan tersebut? Ikuti artikel selanjutnya yang akan membahas dua alasan tersebut :)

0 komentar:

VASEKTOMI TIDAK LAGI HARAM

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Situbondo, Jawa Timur, mengeluarkan fatwa menghalalkan praktik vasektomi untuk program keluarga berencana atau menjarangkan kehamilan.

"Dulu diharamkan karena vasektomi saat itu memutuskan, memotong permanen saluran vas diferens saluran sperma laki-laki dari buah zakar ke saluran keluarnya," jelas Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat Sugiri Syarief di Balikpapan, Selasa (17/4).

Vasektomi sekarang hanya mengikat saluran vas deferens tersebut. Sewaktu-waktu bila diinginkan, ikatan itu bisa dibuka kembali. Fatwa MUI Situbondo tersebut, kata Syarief, telah dikomunikasikan kepada MUI Jawa Timur, dan terus nanti ke MUI pusat.

Dukungan fatwa dari MUI itu, Syarief berharap besar peserta pria program Keluarga Berencana (KB) dapat bertambah pesat.

"Sekarang peserta KB nasional ada 29 juta lebih orang, dan hanya 1,5 persen pria. Mereka menggunakan kondom 0,8 persen dan vasektomi 0,7 persen," jelas Syarief.

Di sisi lain, Syarief mengungkapkan bahwa pengendalian pertumbuhan penduduk yang kembali dimulai awal 2000 sudah berjalan sesuai perencanaan.

Lima tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia sudah lebih terkendali. Syarief menyebutkan pertumbuhan penduduk Indonesia 2012 ini hanya 1,4 persen.

Penduduk Indonesia saat ini mencapai 270 juta jiwa. Indonesia menjadi negara berpenduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, dan India.

Menurut Syarief, sesungguhnya 95 persen penduduk Indonesia tahu tentang program KB. Separo lebih atau 61,4 persen sudah jadi peserta aktif, dan 9,1 persen masih pikir-pikir. Yang 9,1 ini masih ragu-ragu berkenaan alat kontrasepsi yang dipakai dan biaya untuk mendapatkan pelayanan KB tersebut.

Syarief hadir ke Balikpapan untuk Pertemuan Nasional Konsultasi Kepala Seksi (KOSI) BKKBN, 15-18 April ini. Pertemuan ini untuk merancang rencana aksi Keluarga Berencana 2012-2013.

Target pertumbuhan penduduk 2015, misalnya, dipatok hanya 1,1 persen. Peserta KB aktif tertinggi ada di Provinsi Bengkulu dari 33 provinsi Indonesia. Provinsi Kaltim berada diurutan tengah dengan jumlah peserta KB aktif 57 persen dari penduduk usia subur. Peserta KB aktif terendah adalah Maluku.

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) Balikpapan Hernawati mengungkapkan, warga Kota Balikpapan yang menjadi peserta KB aktif adalah 79.175 orang, capai 136,20 persen dari target sebanyak 58.137 akseptor.

"Di Balikpapan ini, 77,73 persen pasangan usia subur (PUS) ber-KB. Jumlah PUS-nya sendiri 103.646 pasangan," kata Herlina.

Sumber: Liputan6.com

0 komentar:

MIRIS, PERNIKAHAN MUDA MENINGKAT!

Tunda Pernikahan Muda
Dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk yang dikategorikan stagnan tetap, maka Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) melaksanakan refleksi terhadap seluruh kegiatan program di tahun 2012.

BKKBN mencatat sepanjang tahun 2012 kejadian Pernikahan Remaja mengalami kenaikan. Di sisi lain, program Keluarga Berencana angka pesertanya terus menurun.

Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Dr. Sudibyo Alinoeso, mengatakan tahun pencapaian 2012 tidak seperti yang diharapkan.

"Terjadinya stagnansi tetap dalam penurunan fertilitas atau angka kelahiran yang sebelumnya di TFR 2,6, diharapkan tahun ini akan mencapai 2,1," jelas Sudibyo yang ditemui di sela-sela jumpa pers di kawasan Matraman, Selasa (8/1/2013).

Terjadinya stagnansi ini diperkirakan karena tingkat pemakaian KB hanya meningkat sedikit. Selain itu, fertilitas pada kelompok usia remaja (15-19 tahun) mengalami kenaikan, dari 35 menjadi 48 per 1000 perempuan. Padahal targetnya adalah 30 kelahiran per 1000 perempuan.

Menanggapi banyaknya remaja yang menikah dini, Sudibyo juga menjelaskan kalau memang hal ini sangat memprihatinkan. Usia ketika menikah itu penting. Jika remaja ingin menikah, setidaknya harus menunda untuk memiliki anak.

Ini masalahnya karena masih terbentur masalah budaya juga yang kadang menurut orangtua, jika anaknya tidak memiliki anak, anaknya pasti mengalami kemandulan.

"Kalau remaja menikah di usia muda, dari sisi sosial budaya juga harus dipikirkan kebijakannya. Para remaja juga perlu pelayanan kesehatan terutama untuk masalah reproduksi," tambah Sudibyo.

 Sumber: BKKBN

0 komentar:

INDONESIA TODAY

Jumlah Penduduk Indonesia
Pada tanggal 11 November 2011, Badan Pusat Statistik telah merilis hasil sensus penduduk tahun 2010 melalui website resmi Badan Pusat Statitik. Hasil sensus tahu 2010 ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah 237.641.326 juta jiwa dengan sebaran yang berimbang antara penduduk yang tinggal di desa dengan penduduk yang tinggal di perkotaan.

Sementara itu Pulau Jawa masih menjadi pulau dengan jumlah penduduk terbanyak. Sebanyak 57,5% penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa dan yang paling banyak penduduknya adalah Provinsi Jawa Barat dengan jumlah penduduk mencapai 43.053.732

Secara keseluruhan kepadatan rata-rata penduduk Indonesia adalah 124 jiwa/km persegi. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyampaikan bahwa tahun ini diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa. dengan pertumbuhan penduduk 149% per tahun.

"Tahun 2013 diperkirakan jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa", kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso.

Sudibyo menyampaikan bahwa permasalahan kependudukan di Indonesia adalah tingkat fertilitas dan mortalitas yang masih stagnan. 

"Angka kelahiran dan kematian bayi yang terus meningkat tidak sejalan dengan pasangan yang menggunakan program Keluarga Berencana," jelasnya.

Hal ini dibuktikan dengan data unmeet need (kenaikan jumlah pasangan yang sudah tidak ingin menggunakan KB lagi, tapi fasilitasnya tidak terlayani dengan baik). Kenaikan ini menurut Sudibyo untuk di Jakarta masih tinggi.

Untuk itu, BKKBN berharap kedepannya bisa meningkatkan dan pemerataan akses pelayanan KB, khususnya untuk sinkronisasi kebijakan antara program KB dengan sektor pembangunan lainnya.

0 komentar:

PENTINGNYA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN


Pendidikan kependudukan
Menghadapi abad ke XXI, dunia termasuk Indonesia dihadapkan kepada berbagai krisis yang mencemaskan. Penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dahsyat dan menakjubkan telah membawa dan merubah kehidupan manusia di bumi. Umur manusia semakin panjang, berbagai penyakit seperti malaria, typus, TBC, dll dapat diobati dengan dengan penemuan-penemuan di bidang kesehatan dan obat-obatan. Kematian anak dan ibu dapat diberantas. Akibatnya pertambahan penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat. Tambahan penduduk ini berupa bayi yang tumbuh menjadi anak, anak dewasa dan seterusnya. Ledakan jumlah penduduk memerlukan sandang pangan, papan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, transportasi, rekreasi, dll agar mereka dapat hidup layak. 

Akhir-akhir ini di seluruh dunia termasuk Indonesia malapetaka seperti angin puyuh, banjir, tanah longsor, kenaikan permukaan bumi, kebakaran hutan, kematian berjuta-juta anak karena kelaparan, merajalela HIV/AIDS, dan berbagai macam malapetaka lainnya telah mengancam keselamatan hidup manusia. 

Masalah ini merupakan puncak kecil suatu gunung es yang mengambang, suatu bagian kecil dari malapetaka katasrofal yang mulai terlihat, ialah kehancuran potensial dari sistem keseimbangan lama yang harus ada untuk mempertahankan sistem kehidupan di planet bumi ini. Ancaman ini dari segala aspeknya harus kita sadari dan kita hadapi untuk dipecahkan. Manusia tidak mungkin berjalan terus. Dengan pertambahan jumlah anak-anak 2% perkeluarga pertahun jumlah penduduk dunia akan menjadi dua kali lipat dalam waktu 35 tahun. Ini berarti apabila jumlah penduduk dunia sekarang 6,1 milyar, maka pada tahun 2034 jumlah penduduk dunia akan membengkak sejumlah 12,2 milyar. 

Sekarang keadaan sudah sampai pada titik kritis, hal ini terjadi karena adanya dua kekuatan besar saling mendukung, ialah:
  1. Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak terbatas di atas suatu planet dengan daya dukung yang terbatas untuk menghidupinya dan menampung sampah hasil kehidupannya.
  2. Teknologi tidak terbatas dengan sikap manusia untuk mendominasi dan mengahbiskan alam lingkungannya.
Generasi muda akan akan mewarisi baik buruknya sistem pengolahan alam. Calon-calon penerus bangsa dan pemimpin bangsa ini di masa yang akan datang harus dididik dan dipersiapkan cara bagaimana menanamkan sikap dan perilaku yang rasional dan bertanggung jawab mewujudkan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera, salah satunya melalui  pendidikan kependudukan.

0 komentar:

PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN MASUK KURIKULUM

Pendidikan Kependudukan
Pendidikan Kependudukan.
Kementerian Pendidikan Nasional akan memasukkan Materi Kependudukan dan keluarga berencana ke dalam kurikulum mulai pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. 

Materi Kependudukan dan Keluarga Berencana tidak akan menjadi mata pelajaran khusus, tetapi disisipkan di mata pelajaran yang sudah ada, seperti Ilmu Sosial dan Kegiatan Ekstrakulikuler. 

Masuknya materi tersebut ke dalam kurikulum diharapkan dapat mengubah pola pikir dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya isu kependudukan.

Hal itu diungkapkan ole Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Muhammad Nuh seusai menandatangani Nota Kesepahaman Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana dengan Kepala Badan Kependudukan dan keluarga Berencana nasional (BKKBN), Sugiri Syarif, Kamis (4/8), di BKKBN pusat jakarta. "Materi akan dibahas bersama utuk menentukan tema yang sesuai dengan tingkat usia anak. Jangan sampai ada materi orang dewasa seperti kontrasepsi masuk ke dalam jenjang pendidikan dasar", kata Mendiknas. Sugiri menjelaskan pada tingkat SD materi yang akan disampaikan mengenai kehidupan berkeluarga secara umum, lalu ditingkat SMP lebih bertumpu pada materi kependudukan, adapun di SMA akan dimasukkan materi tentang kesehatan reproduksi. Indonesia kini menghadapi masalah kependudukan yang serius. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 238 juta dengan pertumbuhan sebesar 1,49%. Ertinya jumlah penduduk bertambah sekitar 4 juta pertahun atau setara dengan jumlah penduduk Singapura. 

Sumber: Kompas

0 komentar:

Tentang Kami

Blog ini dibuat sebagai sarana bertukar informasi, solusi, dan inovasi mengenai kependudukan khususnya pendidikan kependudukan dan keluarga berencana di Indonesia.

Tentang Admin:
Nama: Muhammad Ja'far
Universitas: Universitas Jember
Facebook: http://facebook.com/muhammad.jafar.1840

2 komentar:

FOTO

Dampak Ledakan Penduduk

Jumlah Penduduk Indonesia
Genre (Generasi Berencana)
Pendidikan Kependudukan
 Genre (Generasi Berencana)
 Keluarga Berencana
 Pernikahan Dini
 It's about choice you make next
Pernikahan Harmonis
Tunda Pernikahan Dini

0 komentar: