Artikel Utama

Kepala BKKBN: Semakin Bnyak Penduduk Ya Banjir Semakin Besar

​Jakarta, Musibah banjir yang melanda Indonesia beberapa hari terakhir memang disebabkan oleh banyak faktor. Cuaca ekstrim dan kondisi daerah resapan air yang jelek hanyalah dua dari sekian banyak faktor penyebabnya.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof. Dr. Fasli Jalal menuding peningkatan jumlah penduduk yang menikah muda di daerah perkotaan sebagai salah satu penyebab. Dampak langsungnya, jumlah penduduk pun semakin banyak.

"Makin banyak penduduk ya banjir makin besar," ujarnya pada acara Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu (SIKIB) Expo di atrium Senayan City, Senayan, Jakarta Selatan, Minggu (26/1/2014).

Ia juga mengaku tercengang dengan fenomena tersebut. Berdasarkan data yang dimiliki BKKBN, penduduk yang menikah muda pada usia 15 sampai 24 tahun mengalami peningkatan di daerah perkotaan. Sementara di daerah pedesaan mengalami penurunan, meski jumlahnya memang masih tetap lebih banyak dari di perkotaan.

"Di perkotaan yang pendidikan dan ekonominya lebih baik malah naik. Dari 26/1000 perkawinan menjadi naik menjadi 32/1000. Sementara di desa dari 72/1000 menjadi 67/1000. Kan aneh," papar pria yang juga pernah menjadi Wakil Menteri Pendidikan tersebut.

Untuk mengatasi hal tersebut, BKKBN memang mempunyai program yang bernama Generasi Berencana atau yang lazim disingkat GenRe. Program tersebut menyasar pada siswa SMU dan Mahasiswa agar dapat memiliki pengetahuan tentang seks dan kehidupan berkeluarga sejak dini, sehingga nantinya tidak akan terjerumus pada perbuatan yang merugikan dirinya.

"Target kita pada 2014 adalah penurunan angka perkawinan muda yang sekarang masih 48/1000 perkawinan menjadi 30/1000," pungkasnya.

indonesian demography
Salah satu penyebab banjir adalah jumlah penduduk yang besar
Sumber: www.bkkb.go.id
Baca Selengkapnya »

Daftar Link ke Website yang berkaitan

Indonesian Demography Link

BKKBN Pusat
BKKBN Provinsi Jawa Timur
BKKBN Provinsi Jawa Tengah
BKKBN Provinsi Jawa Barat
BKKBN Provinsi DIY
BKKBN Provinsi Bali
BKKBN Provinsi Banten
BKKBN Provinsi Aceh
BKKBN Provinsi Sumatera Utara
BKKBN Provinsi Sumatera Barat
BKKBN Provinsi Sumatera Selatan
BKKBN Provinsi Riau
BKKBN Provinsi Jambi
BKKBN Provinsi Bengkulu
BKKBN Provinsi Bangka Belitung
BKKBN Provinsi Lampung
BKKBN Provinsi Nusa Tenggara Barat
BKKBN Provinsi Nusa Tenggara Timur
BKKBN Provinsi Kalimantan Barat
BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah
BKKBN Provinsi Kalimantan Selatan
BKKBN Provinsi Sulawesi Barat
BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan
BKKBN Provinsi Sulawesi Tenggara
BKKBN Provinsi Sulawesi Tengah
BKKBN Provinsi Sulawesi Utara
BKKBN Provinsi Gorontalo
BKKBN Provinsi Maluku
BKKBN Provinsi Maluku Utara
BKKBN Provinsi Papua
BKKBN Provinsi Papua Barat
Data Kependudukan Indonesia Berdasarkan BPS
Data Statistik Indonesia
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010
Baca Selengkapnya »

SELAMAT IDUL FITRI 1434 H

selamat lebaran 2013
Andai jemari tak sempat berjabat, jika raga tak dapat bertatap, apabila ada tulisan yang membekas luka, semoga pintu maaf masih terbuka.
Selamat idul fitri 1434 H
Baca Selengkapnya »

Mau mudik nggak repot? KB solusinya

Pendidikan Kependudukan
Ikut KB banyak manfaat loh khususnya untuk keluarga yang mempunyai rencana buat mudik. Manfaat KB buat para pemudik antara lain:
1. Mau mudik nggak repot, dua anak hanya butuh persiapan packing sedikit, jadi nggak akan repot dengan banyaknya barang yang akan dibawa.
2. Nggak akan takut kehilangan anak ketika perjalanan di bus, kereta atau kapal karena dua anak lebih mudah diawasi daripada tiga atau empat anak, apalagi kalo lebih.
3. Kalo anaknya banyak, tiket yang dibeli juga banyak, otomatis pengeluaran meningkat, beda dengan yang ikut KB, tiket yang dibeli gak banyak jadi uangnya bisa untuk membelikan oleh-oleh keluarga.
4. Banyak anak bikin ribet, semuanya pasti sudah tahu kalo waktu lebaran gini semua angkutan transportasi umum penuh, sesak-sesakan, panas, apalagi kalo nanti anaknya banyak, ada yang nangis, minta susu, minta gendong, minta pulang, wah ribet banget kan?
5. Sesampainya di kampung halaman, dua anak yang pinter, lucu, dan sehat karena terurus dengan baik itu lebih membanggakan daripada banyak anak tapi tidak terurus dengan baik di mata orang tua atau masyarakat, apalagi kalo anak-anak kita sampai ngerepotin orang tua, malu-maluin.
6.  Intinya, mau mudik nggak repot? KB solusinya :)

Selamat bermudik ria bagi para pembaca dan selalu berhati-hati di perjalanan :)
Semoga amal ibadah kita di bulan puasa ini diterima oleh Allah SWT. Amiiiin.

Sumber gambar: BKKBN on Facebook
Baca Selengkapnya »

REMAJA & PERMASALAHANNYA JADI PERHATIAN DUNIA


permasalahan remaja menjadi perhatian dunia
Remaja dan berbagai permasalahannya tahun ini menjadi perhatian dunia dan dijadikan isu utama dalam Peringatan Hari Kependudukan Dunia yang jatuh pada 11 Juli 2013.  Di Indonesia jumlah remaja berusia 10 hingga 24 tahun sudah mencapai sekitar 64 juta atau 27,6 persen dari total penduduk Indonesia.
Jumlah remaja yang besar itu, akan menjadi sasaran Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai kesehatan reproduksi bagi para remaja di Indonesia. 
“BKKBN akan lebih intensif lagi untuk menyosialisasikan kesehatan reproduksi kepada remaja, karena secara umum pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih rendah dan usia kawin pertama perempuan juga masih rendah yaitu 19,8 tahun (menurut SDKI 2007),” kata Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Prof dr Fasli Yogyakarta, Kamis (11/7).
Jumlah remaja yang besar merupakan potensi yang besar bagi kemajuan bangsa. Namun, jika tidak dibina dengan baik atau dibiarkan saja berkembang ke arah yang negatif, maka akan menjadi beban bagi negara. Sementara kondisi saat ini, menurut hasil survey indicator RPJMN tahun 2012, banyak remaja yang sudah berpacaran dan berperilaku pacaran belebihan.
Akibatnya, menyebabkan kehamilan yang tidak dikehendaki dan akhirnya melakukan tindakan aborsi yang tidak aman karena pasangan remaja tersebut belum siap membangun keluarga. Permasalahan remaja itu berkaitan dengan risiko kesehatan reproduksi karena adanya perubahan di sekitar lingkungan hidup remaja.
Misalnya, gaya hidup kelompok sebaya yang semakin bebas, hubungan kehidupan dalam keluarga yang semakin renggang, tuntutan sekolah yang semakin melahirkan persaingan antarsiswa, isi pesan media yang semakin serba boleh, dan pola hidup bermasyarakat yang semakin individualistis atau sendiri-sendiri.
Dalam peringatan Hari Kependudukan Dunia di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta yang dibuka oleh Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu, Fasli mengatakan untuk merespon masalah seputar remaja itu, BKKBN mengembangkan program Genre (generasi berencana) bagi remaja melalui Pusat Informasi dan Konseling Remaja dan Mahasiswa (PIK R/M) dan keluarga yang mempunyai remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR).
“PIK R/M akan memberikan pelayanan informasi dan konseling tentang pendewasaan usia perkawinan, delapan fungsi keluarga, Triad KRR yaitu seksualitas, HIV dan AIDS, dan Napza, keterampilan hidup, gender, dan keterampilan advolasi dan KIE,” kata Fasli.
Sementara Badan Dunia bidang Populasi dan Kependudukan (UNFPA) menyatakan bahwa masalah kehamilan pada remaja harus segera diatasi karena dapat menghambat pembangunan suatu bangsa.
"Harga yang ditanggung dari kehamilan remaja adalah hilangnya potensi termasuk pendidikan yang kian menyempit, kurangnya kesempatan mengembangkan diri, terbatasnya pilihan hidup dan kemiskinan yang terus menerus terjadi bagi para ibu muda dan masyarakat di sekitarnya," kata Perwakilan UNFPA Indonesia Jose Ferraris.
Fakta yang dihimpun UNFPA secara global menunjukkan bahwa 16 juta remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun melahirkan setiap tahunnya. Dan sembilan dari sepuluh kasus tersebut terjadi pada gadis remaja yang sudah menikah.
Sedangkan, komplikasi dari kehamilan dan kelahiran anak (child birth) secara terus menerus menjadi penyebab utama kematian remaja perempuan berusia 15 hingga 19 tahun di negara berpenghasilan rendah dan menengah. “Remaja perempuan dan perempuan muda juga menghadapi tingginya tingkat kesakitan dan kematian akibat aborsi yang tidak aman,” ujarnya.
Pada tahun 2008, di negara berkembang diperkirakan terdapat tiga juta aborsi yang tidak aman di kalangan remaja berusia 15 hingga 19 tahun.  “Kehamilan remaja bukan hanya masalah kesehatan karena bila dilihat secara mendalam, hal ini berakar pada masalah kemiskinan, ketidaksetaraan gender, kekerasan, perceraian, ketidaksetaraan peran remaja perempuan dengan pasangan mereka,” kata Jose.

Sumber: BKKBN
Baca Selengkapnya »

#OPINI EDISI 5: KENDALA PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN & SOLUSINYA

Pendidikan Kependudukan: Hambatan & Solusi
Artikel ini merupakan artikel lanjutan dari artikel #Opini Edisi 4 sekaligus artikel terakhir, penulis memohon maaf apabila ada kesalahan. Selamat membaca dan semoga bisa menjawab rasa keingintahuan pembaca tentang kendala apa saja dalam pelaksanaan pendidikan kependudukan dan bagaimana solusinya. :)

Memanglah tidak mudah memberikan pendidikan kependudukan kepada remaja kita. Setidaknya ada tiga faktor mengapa hal ini sulit diwujudkan, yaitu:

Pertama, siapakah yang akan menjadi penyelenggara sekaligus yang akan memberikan materi pendidikan kependudukan tersebut baik yang dijalur formal, non formal ataupun informal. Tidak boleh dilupakan pula bagaimana pembiayaan serta dukungan sarana prasarananya. Hal ini berkaitan dengan jumlah petugas lapangan KB di lini lapangan atau di tingkat kabupaten.

Kedua, respon lembaga/institusi dalam hal ini khusunya pihak sekolah yang pastinya tidak akan langsung menerima pelaksanaan pendidikan kependudukan tersebut, mengingat selama ini kegiatannya sudah sangat padat. Sehingga hampir tidak ada celah waktu dan tempat lagi bagi pihak luar untuk menyelenggarakan pendidikan kependudukan di sekolah formal bila tidak ada trik-trik khusus agar kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar. Apalagi masih ada kepala sekolah/guru yang belum memiliki pengetahuan cukup memadai tentang kependudukan sehingga respon mereka terhadap pendidikan kependudukan juga kurang optimal. Di lingkungan kelurga, para keluarga juga belum banyak tahu tentang pendidikan kependudukan ini.

Ketiga, adalah sebuah realitas bahwa sekarang ini dengan perkembangan teknologi informasi dan industri telekomunikasi telah menyebabkan para remaja kita sibuk dengan aktivitas pribadinya seperti menonton televisi, melanglang buana di dunia maya melalui internet, berkomunikasi lewat HP, Tablet, Gadget, bermain games atau aktivitas lain yang bersifat pribadi. Sehingga setelah jam-jam sekolah mereka tidak punya waktu untuk berkumpul dengan teman-temannya apalagi untuk berkumpul dalam pertemuan resmi di dusun-dusun/desa-desa.

Menurut pemikiran saya ada empat upaya yang bisa kita lakukan untuk mengatisipasi permasalahan tersebut agar antinya pelaksanaan pendidikan kependudukan dapat terlaksana dengan lancar di pendidikan formal, informal ataupun non formal. Keempat cara tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, menggemakan perlunya pendidikan kependudukan sebaik mungkin melalui kegiatan promosi seluas-luasnya melalui semua saluran media Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) yang ada seperti televisi, radio, internet, jejaring sosial (facebook, twitter), pemasangan pamflet, baliho, pembuatan mural/lukisan dinding, penyebarluasan leaflet, sticker dan sebagainya. Dengan demikian para remaja kita akan tertarik untuk mengetahui lebih jauh tentang pendidikan kependudukan tersebut.

Kedua, mengemas pendidikan kependudukan sebaik mungkin sehingga menumbuhkan minat remaja untuk mengikutinya dan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan kependudukan in dapat tercapai. Bila perlu penyampaian materi pendidikan kependudukan ini dikemas dalam bentuk diskusi, debat, atau dalam bentuk permainan/outbond. Penggunaan semacam kantong pesan kependudukan untuk mempermudah jalannya proses pertemuan penyuluhan merupakan ide kreatif yang dapat dilakukan dengan melibatkan narasumber yang berkompeten misalnya pakar kependudukan, pakar pendidikan atau pakar kesehatan.

Ketiga, perlu adanya penyiapan SDM yang berkualitas dalam hal pendidikan kependudukan ini melalui kegiatan pelatihan yang intensif oleh BKKBN sebagai penanggung jawab kegiatan ini. Para peserta latihan adalah para kepala sekolah/guru, tokoh formal/informal, kepala keluarga dan remaja terpilih yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan para remaja atau masyarakat pada umumnya. Akan lebih bagus bila di antara mereka ada tokoh-tokoh pelajar/tokoh pemuda yang berpengaruh di lingkungannya.

Keempat, Pemerintah khususnya BKKBN perlu berkolaborasi/bermitra dengan semua elemen masyarakat dalam kegiatan pendidikan kependudukan ini, baik itu tokoh formal, informal, ataupun non formal melalui upaya advokasi yang efektif dan berkelanjutan. Termasuk di dalamnya tokoh-tokoh LSM atau lembaga masyarakat yang peduli terhadap pendidikan kependudukan ini. Sementara untuk pembiayaan, selain pemerintah dapat menganggarkan lewat APBN atau APBD, dapat juga menggerakkan potensi lainnya (misalnya perusahaan) guna mengembangkan kegiatan sehingga dapat menjangkau kalangan yang lebih luas.

Apabila beberapa upaya tersebut dapat direalisasikan, saya yakin mindset/pola pikir para remaja akan berubah ke arah yang positif seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan mereka terhadap masalah kependudukan dan dampaknya. Setidak-tidaknya mereka mau menunda usia perkawinan dan mengisinya dengan kegiatan-kegiatan positif serta kelak ketika berkeluarga cukup memiliki dua anak saja dalam rangka ikut mengatasi masalah kependudukan di Indonesia terutama yang terkait dengan kuantitas pendudukan dan pertumbuhannya.

Dengan demikian, jelaslah upaya menggugah kepedulian remaja terhadap permasalahan kependudukan akan berjalan efektif apabila itu dilaksanakan dengan pendidikan kependudukan yang terencana dan berkelanjutan. Dari kepedulian ini kita bisa berharap bahwa para remaja sebagai generasi penerus bangsa akan berperilaku hidup yang berwawasan kependudukan. Sehingga secara langsung atau tidak langung akan memperbaiki masalah-masalah kependudukan yang dihadapi Indonesia saat ini. Semoga.
Baca Selengkapnya »

#OPINI EDISI 4: PENDIDIKAN KEPENDUDUKAN SOLUSI AMPUH PENDUDUK TUMBUH SEIMBANG DI TAHUN 2015

pendidikan kependudukan solusinya
Penduduk tumbuh seimbang adalah sebuah cita-cita pemerintah yang ideal dan patut kita dukung bersama. Yang patut kta pertanyakan adalah mampukah dalam kurun waktu 2 tahun mendatang cita-cita tersebut dapat diraih? Lalu dengan cara apa agar di masa yang akan datang Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) kita yang tinggi dapat diturunkan kembali terutama yang melibatkan para remaja?

Salah satu solusi yang saya tawarkan adalah melalui pendidikan kependudukan kepada para remaja kita. Mengapa pendidikan kependudukan dan mengapa pula sasarannya adalah remaja?

Menjawab pertanyaan yang pertama, yakni mengapa pendidikan kependudukan, secara umum dapat dikemukakan alasan bahwa terjadinya pertumbuhan penduduk yang cepat lebih banyak disebabkan karena belum adanya kesadaran warga negara di negara kita terhadap permasalahan kependudukan yang ada. Belum adanya kesadaran ini karena mereka memang belum mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai kondisi kependudukan di Indonesia. Kondisi yang dimaksud mencakup jumlah, struktur, pertumbuhan, persebaran, mobilitas, dan kualitas penduduk serta kondisi kesejahteraan yang mencakup politik, sosial budaya, ekonomi, agama serta lingkungan penduduk setempat.

Kemudian terkait dengan pernyataan yang kedua, mengapa sasarannya remaja. Alasan yang dapat saya kemukakan adalah bahwa menurut data Badan Pusat Statustik (BPS), populasi anak remaja di Indonesia mencapai tidak kurang dari 67,9 juta jiwa atau 68,6% dari total penduduk di Indonesia 137,6 juta jiwa. Jumlah remaja ini dilihat dari kacamata demografis adalah penduduk yang mempunyai potensi besar untuk meningkatkan pertambahan penduduk mengingat mereka sebentar lagi akan berkeluarga dan mempunyai anak dengan jangka waktu reproduksi yang masih panjang. Bila para remaja ini tidak mengerti dan memahami tentang kependudukan secara komprehensif termasuk masalah kesehatan reproduksi, bukan tidak mungkin mereka akan berpandangan bahwa memiliki anak lebih dari dua adalah sah-sah saja. Bahkan lebih parah lagi, bila pemahaman tentang kesehatan reproduksi tidak baik, para remaja bisa saja terjerumus pada pergaulan bebas dan mengalami "kecelakaan" yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan penduduk.

Pendidikan kependudukan sendiri merupakan pendidikan yang bertujuan untuk memberikan kesadaran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan penduduk dan program-program pembangunan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui jalur pendidikan baik formal, informal ataupun nonformal. Pendidikan kependudukan diharapkan dapat mendukung pencapaian visi program KB yakni "Penduduk Tumbuh Seimbang di Tahun 2015" dan Millenium Development Goals (MDGs) serta Pembangunan Berwawasan Kependudukan".

Dengan pendidikan kependudukan dipastikan para remaja akan memiliki 4 (empat) sikap peduli, yakni:
1. Peduli terhadap manusia dan kebutuhannya
2. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dan kehidupan ekonominya
3. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dengan kehidupan sosial, budaya dan agama
4. Peduli terhadap pertumbuhan penduduk dan lingkungan hidup
Namun dengan segala keunggulannya, pendidikan kependudukan memiliki beberapa faktor penyebab sulitnya untuk dilakukan. Apa sajakah faktor penghambat terlaksananya pendidikan kependudukan? Lalu bagaimanakah cara untuk mengatasi faktor-faktor penghambat tersebut? Untuk mengetahuinya, ikutilah artikel Opini edisi selanjutnya :)

Baca Selengkapnya »